Realita sebuah Negara yang menuju
perkembangan ke arah yang lebih baik dicirikan dengan tingkat pembangunan di
negara tersebut. Dengan kata lain jika pembangunan di suatu Negara sudah
menunjukkan geliat yang semakin maju maka akan berdampak pada tingkat
pertumbuhan khususnya bidang ekonomi, sumber daya, politik dan bidang kehidupan
bernegara lainnya. Di Indonesia, kata
pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Pengertian pembangunan
sendiri seperti yang diungkapkan oleh Portes (1976)
mendefinisikan pembangunan (development)
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan nasional adalah proses perubahan
yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat ke arah
yang diinginkan, melalui kebijakan, strategi dan rencana. Pendapat lain
menjelaskan Pembangunan
pada hakekatnya adalah suatu proses transformasi masyarakat dari suatu keadaan
pada keadaan yang lain yang makin mendekati tata masyarakat yang
dicita-citakan; dalam proses transformasi itu ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yaitu keberlanjutan (continuity) dan perubahan (change), tarikan
antara keduanya menimbulkan dinamika dalam perkembangan masyarakat
(Djojonegoro,1996).
Secara umum,
pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan
warganya; sering kali, kemajuan yang dimaksudkan terutama adalah kemajuan material.
Maka, pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh satu
masyarakat di bidang ekonomi; bahkan dalam beberapa situasi yang sangat umum
pembangunan diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang kurang diharpakan
bagi ‘sebagian orang tersingkir’ dan sebagai ideologi politik yang memberikan
keabsahan bagi pemerintah yang berkuasa untuk membatasi orang-orang yang
mengkritiknya (Budiman, 1995: 1-2). Lebih lanjut dalam buku teori pembangunan
dunia ketiga oleh budiman dijelaskan bahwa beberapa faktor yang dalam mengukur
pembangunan ialah kekayaan rata-rata yang menjelaskan bahwa sebuah masyarakat
dinilai berhasil melakukan pembangunannya bila pertumbuhan ekonomi masyarakat
tersebut cukup tinggi. Selanjutnya ialah pemerataan yang menjelaskan bahwa
pemerataan masuk dalam ukuran pembangunan dengan melihat ukuran berapa persen
dari pendapatan nasional bruto(PNB) suatu negara dengan perhitungan 40% untuk
penduduk miskin/termiskin, berapa persen oleh 40% untuk masyarakat kelas
menengah, dan berapa persen oleh 20% penduduk terkaya, yang kemudian nantinya
setelah perhitungan seberapa besar tingkat kesesuaian dengan fakta hasil
perhitungan yang ada. Selanjutnya ialah
dengan melihat kualitas kehidupan masyarakat dengan menggunakan tolak ukur PQLI
(physical quality of life index), yang kemudian oleh moris dijelaskan ada tiga
indikator untuk mengukurnya yakni a. Rata-rata harapan hidup sesudah umur satu
tahun, b. Rata-rata jumlah kematian bayi, dan c. Rata-rata persentasi buta dan
melek huruf. Selanjutnya ialah kerusakan lingkungan yang menjelaskan bahwa
suatu pembangunan akan berhasil jika diimbangi dengan kondisi lingkungan yang
masih baik, dan yang terakhir ialah keadilan sosial dan kesinambungan yang
menjelaskan bahwa dua faktor yakni pemerataan dan faktor lingkungan bukan
semata-mata hanya mempartimbangkan faktor moral tetapi lebih kepada kelestarian
pembangunan itu sendiri.
Jika kembali pada sejarah yang
berkaitan dengan teori pembangunan maka kita akan berbicara mengenai dua paradigma pembangunan yang Modernisasi dan
Ketergantungan (Lewellen 1995; Larrain 1994; Kiely 1995,dalam Deddy T.Tikson, teori keterbelakangan dan ketergantungan, di
indonesia, malaysia, dan Thailand). Paradigma Modernisasi di dalamnya termasuk
teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, dan mikro
tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan tersebut.
Sedangkan paradigma Ketergantungan mancakup teori-teori Keterbelakangan (Underdevelopment), Ketergantungan (Dependent Development), dan Sistem
Dunia (World System Theory) sesuai
dengan klasifikasi Larrain (1994).
Paradigma
atau perspektif modernisasasi dalam studi pembangunan muncul setelah Perang
Dunia II, terutama awal tahun 1950-an,
dan sejak itu mendominasi kebijakan pembangunan di negara-negara dunia ketiga sampai saat
ini. Dalam paradigma ini telah berkembang sejumlah teori yang beragam sesuai
dengan cara pandang masing-masing penemunya. Diantara mereka adalah Rostow (1960), Hagen (1962),
Lerner (1964), Eisenstadt (1966), Smelser (1966), McClelland (1976), Parsons
(1966) dan Inkeles dan Smith (1974). Para ahli modernisasi,
terutama setelah Perang Dunia II, baik dalam aliran makro maupun mikro,
kemudian berpendapat bahwa negara-negara miskin memerlukan bantuan negara-negara
kaya untuk mempercepat proses pembangunan mereka. Bantuan perlu diberikan baik
dalam bentuk modal maupun teknologi dan pendidikan yang merupakan bagian dari
proses difusi nilai-nilai atau budaya Barat ke Timur. Melalui proses difusi
atau sebaran ini, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin
diharapkan dapat mengarah kepada terciptanya kondisi budaya dan struktur
sosial, politik, dan ekonomi yang serupa dengan di dunia Barat (Portes 1976;
Chirot dan Hall 1982).
Sedangkan
paradigma ketergantungan, dapat dilihat dari Teori Keterbelakangan (Baran 1960;
Frank 1967; Amin 1976) dan Teori Sistem Dunia (Wallerstein 1979) yang muncul
sebagai reaksi terhadap fenomena kegagalan penerapan Teori Modernisasi di
Amerika Latin. Kedua teori ini cenderung
melihat pembangunan dan keterbelakangan di Dunia Ketiga melalui
pendekatan yang lebih condong kepada aspek politik (Chirot dan Hall 1982).
Kemunculan perspektif ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx tentang pertentangan
kelas dalam masyarakat kapitalis, dan pandangan Lenin terhadap imperialisme.
Para pakar di dalamnya, seperti Paul Baran, Andre Gunder Frank, Samir Amin dan
Wallerstein, mencoba menjelaskan bahwa keterbelakangan dan kemiskinan di Dunia
Ketiga sebagai akibat dari adanya ketergantungan terhadap kekuatan ekonomi
global dan konflik internasional. Kemiskinan yang dialami oleh bangsa-bangsa di
negara yang sedang berkembang merupakan akibat dari sistem ekonomi dunia yang
tidak seimbang, dimana sekelompok negara kuat mengeksploitasi negara-negara
yang lebih lemah.
Setelah
berbicara mengenai definisi, konsep dan teori-teori pembangunan tentunya sudah
dapat gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan itu sendiri,
lantas bagaimana dengan perkembangan pembangunan di negara kita Indonesia?
Sebagai pengantar untuk masuk kesitu bahwa Indonesia merupakan negara tropis
yang memiliki posisi strategis di mana memiliki jumlah pulau 13-17 ribu pulau
dengan garis pantai terpanjang di dunia sekitar 81.000 km, luas daratan sekitar
191 juta hektar, teritori laut sekitar 317 juta hektar, penduduk 240 juta jiwa,
dengan kekayaan alam menggiurkan baik terbaru maupun tidak terbarukan seperti
minyak bumi, gas alam, batubara, aluminium, tembaga, nikel, emas, besi dan
lain-lain. Kemudian memiliki keanekaragaman hayati nomor 2 di dunia yang jika
digabungkan dengan kekayaan alam laut menjadi nomor 1 di dunia, potensi tanaman
pangan 800 spesies dan juga 1000 spesies tanaman medisinal.
Dengan
penjelasan tersebut tentunya yang tergambar dalam fikiran kita bahwa sebenarnya
indonesia memiliki potensi yang amat sangat luar biasa, dengan kata lain untuk
modal membangun negara ini di beberapa sumber kekayaan alam yang ada sudah
sangat besar, namun hingga kini setelah 66 tahun indonesia merdeka dan 13 tahun
pasca era reformasi sebagai kondisi yang dianggap sebagai fase paling demokratis belum bisa membawa
indonesia muncul sebagai negara maju setidak-tidaknya untuk kawasan asia
tenggara. Beberapa pernyataan kemudian muncul yang menganggap bahwa bangsa
indonesia masih tergolong miskin dengan penduduk miskin yang masih cukup banyak
yakni sekitar 34 juta jiwa sebagaimana data terakhir dari badan pusat statitik.
Pernyataan lain bahwa pembangunan di indonesia sulit terwujud dikarenakan
kondisi bangsa indonesia sendiri yang belum mampu dalam segala hal khususnya
sumber daya manusia sebagai faktor utama dalam proses pembangunan serta
ditambah lagi dengan caruk maruknya kehidupan politik, hukum dan ekonomi di
Indonesia sekarang ini
Pandangan mengenai asumsi Kondisi Bangsa Indonesia
yang masih “miskin”
Berangkat dari ilustrasi yang tersaji pada bab pendahuluan yang
menggambarkan keadaan bangsa indonesia di mana bahwa Indonesia merupakan negara
tropis yang memiliki posisi strategis di mana memiliki jumlah pulau 13-17 ribu
pulau dengan garis pantai terpanjang di dunia sekitar 81.000 km, luas daratan
sekitar 191 juta hektar, teritori laut sekitar 317 juta hektar, penduduk 240
juta jiwa, dengan kekayaan alam menggiurkan baik terbaru maupun tidak
terbarukan seperti minyak bumi, gas alam, batubara, aluminium, tembaga, nikel,
emas, besi dan lain-lain. Kemudian memiliki keanekaragaman hayati nomor 2 di
dunia yang jika digabungkan dengan kekayaan alam laut menjadi nomor 1 di dunia,
potensi tanaman pangan 800 spesies dan juga 1000 spesies tanaman medisinal.
Dengan melihat kondisi tersebut tentunya ekspektasi akan besarnya bangsa
ini sebenarnya dapat terwujud, namun yang terjadi adalah sebaliknya bahwa harus
diakui bahwa bangsa kita hingga hari ini masih tertinggal dibandingkan dengan
negara berkembang dan maju lainnya, jangankan untuk konteks bersaing dengan negara-negara
dunia pertama dan kedua untuk negara dunia ketiga khususnya yang ada di kawasan
Asean indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan dengan Negara tetangga
semisal Malaysia, Thailand, Vietnam,terlebih Singapura menurut data terkhir
UNDP menempatkan sebagai negara terkaya keempat di dunia saat ini.
Lantas ada apa dengan negara kita?pertanyaan ini kadang muncul mungkin
dalam benak kita masing-masing, bahwa negara kita kemudian tidak mampu untuk
bangkit membangun baik itu secara fisik maupun mental bangsa dengan potensi
yang telah digambarkan sebelumnya. Beberapa tokoh bangsa memberikan pendapatnya
seperti mantan wakil presiden Jusuf Kalla, yang berpendapat bahwa upaya bangsa
Indonesia untuk bangkit dari keterbelakannya harus dimulai oleh kepemimpinan/leadership
yang tegas dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya membangun
semangat warga negara untuk sadar akan posisinya sebagai pilar penting
pembangunan. Pendapat lain dari pakar hukum pidana Prof.Dr. J.Sahetapi (wawancara
Metro TV),beranggapan bahwa masalah serius yang dialami bangsa ini untuk
menjadi bangsa maju ialah karena mental para pemimpin, aparat yang sudah sesuai
dengan norma-norma negara yang ada. Pendapat lainnya dari Syamsul Ma’arif (Tabloid
Nasdem), yang beranggapan bahwa bangsa indonesia sudah tidak lagi melihat UUD
1945 sebagai dasar arah pembangunan, di mana yang terjadi menurutnya bahwa
beberapa kewajiban-kewajiban pemerintah yang ada pada beberapa pasal sudah
tidak dijalankan lagi oleh pemimpin-pemimpin bangsa ini.
Jika melihat beberapa pendapat di atas bahwa masalah kepemimpinan sangat
mempengaruhi bangsa ini dalam mencapai pembangunan yang diimpikan di negara
ini, selain itu faktor mental khususnya para pejabat-pejabat pemerintah kita
kemudian juga sangat menentukan untuk kembali menata arah-arah dalam memajukan
bangsa. Dengan melihat beberapa fenomena yang terjadi di bangsa ini maka
penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa masalah yang menghambat kemajuan bangsa
khususnya dalam bidang pembangunan, yang pertama di bidang politik bahwa tidak
dipungkiri bahwa kompleksitas perpolitikan yang sedang terjadi di negara ini
sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan pembangunan di Indonesia di mana
pengaruh politisasi yang terjadi kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak
efektif dalam arah pembangunan. Adanya pengaruh politisasi ini kemudian menjadi
suatu ajang jual beli bagi para pihak-pihak yang memiliki peran ataupun
kewenagan yang kuat untuk kemudian mengambil keuntungan dalam proses kebijakan
pembangunan. Mereka kemudian menetapkan langkah-langkah yang tidak berorientasi
pada kepentingan negara melainkan untuk kepentingan mereka masing-masing.
Selanjutnya di bidang ekonomi, walaupun pemerintah telah mengungkapkan bahwa
tingkat pertumbuhan ekonomi telah mengalami peningkatan hingga 6,7% namun
sebenarnya itu hanya secara makro, pemerintah kemudian lalai dalam meningkatkan
pemerataan untuk setiap warga Negaranya, di mana data terkhir BPS bahwa tingkat
penduduk miskin indonesia masih tinggi yakni 34 juta jiwa lebih dari penduduk
indonesia sebesar 240 juta jiwa.
Faktor lainnya ialah tingkat pengangguran yang masih nampak serta tidak
dibarengi oleh penyediaan lapangan kerja untuk para penganggur di negara kita,
selanjutnya masih dalam konteks ekonomi bahwa masalah privatisasi dan
swastanisasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang sangat merugikan bangsa
indonesia, yang mungkin menjadi ironi bahwa pemerintah kita seakan terhipnotis
dengan keadaan-keadan seperti ini, di mana pemerintah seakan tidak mempunyai
daya upaya untuk meninjau kembali MOU atau kontrak kerja dengan pihak asing
tentang sistem bagi hasil, makin parah ketika kita dengan kekayaan alam yang
melimpah tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh bangsa ini dikarenakan
ketidaksiapan dan ketersediaan putra-putri bangsa dalam mengelola oleh karena
kapasitas baik itu pendidikan, keterampilan dan keahlian untuk dapat bersaing
dengan tenaga-tenaga asing yang dimiliki oleh perusahaan swasta. Hal lain yang
membuat bangsa kita tertinggal jauh dalam hal kemampuan untuk memproduksi
sistem tekhnologi dalam rangka upaya untuk mengahsilkan produksi-produksi yang
berskala industri.
Hal lain seperti di bidang mental para pemimpin-pempin, pejabat-pejabat
dan pegawai-pegawai pemerintahan yang sangat menghancurkan karakter bangsa.
Beberapa kasus KKN merupakan faktor yang sangat mempunyai pengaruh besar dalam
proses kemajuan bangsa Indonesia itu sendiri. Dana APBN menurut laporan
keuangan Negara yang habis dikorupsi setiap tahunnya mencapai triulanan lebih.
Sungguh merupakan sesuatu yang sangat disayangkan bila dana negara kemudian
habis terpakai oleh segelintir oknum yang berorientasi memperkaya diri sendiri
ketimbang memanfaatkan dana itu untuk mengelola beberapa potensi yang ada di
negara ini secara profesional dan proporsional guna menghasilkan suatu
keuntungan besar yang tentunya akan sangat besar, dan beberapa permasalahan
mental lain seperti krisis kepemimpinan untuk para pejabat bahkan pemimpin
Negara ini yang menjadikan big problem di Indonesia. Aspek lain yang kemudian
menghambat proses jalannya pembangunan secara efektif di indonesia adalah
rendahnya penegakan hukum atau penegakan supremasi hukum di negara ini sejalan
dengan kasus-kasus korupsi yang terjadi bahwa kemudian fakta bahwa hukum tidak
berjalan sesuai dengan norma-norma hukum itu sendiri, adanya pembayaran,
sogokan dan suap menjadikan hukuman untuk para koruptor di Indonesia sangat
ringan, hal inilah yang sangat disayangkan dalam rangka pencapaian pembangunan
khususnya pembangunan karakter bangsa.
Kondisi bangsa Indonesia yang Masih “miskin”
ditinjau dalam perspektif Teori Pembangunan
-
Perspektif Modernisasi
Dalam bagian ini penulis akan memberikan gambaran mengenai kondisi
perkembangan pembangunan di Indonesia dari beberapa teori-teori pembangunan.
Jika kita melihat kembali ke teori modernisasi bahwa tahap perkembangan
pembangunan di Indonesia yang sejalan dengan pendapat para ahli teori
modernisasi yang mengungkapkan bahwa kemiskinan kemudian terjadi sebagai akibat
dari faktor-faktor internal dari bangsa itu sendiri. Para ahli modernism
kemudian berpendapat bahwa Negara-negara miskin memerlukan bantuan negara-negara
kaya untuk mempercepat proses pembangunan mereka, bantuan yang diberikan
kemudian ialah bantuan modal, tekhnologi dan pendidikan. Nah hal inilah yang
kemudian yang terjadi di Indonesia khususnya pada masa Pasca perang dunia kedua (1945) banyak negara-negara
di belahan Benua Asia dan Afrika memanfaatkan moment ini untuk memerdekakan
diri, diantaranya adalah Indonesia, Thailand dan Korea Selatan. Kondisi yang
dialami oleh negara-negara tersebut bisa dikatakan sama, yaitu memulai
pembangunan dibidang ekonomi, hal ini dilakukan diakibatkan hancurnya fondasi
ekonomi mereka diakibatkan lamanya penjajahan serta imbas kehancuran infra
struktur akibat dari perang Dunia II.
Selanjutnya guna membiayai semua itu, tidak ada pilihan lain bagi negara-negara tersebut
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional mereka kecuali melalui Penanaman
Modal Asing (PMA) dan bantuan dana/hutang luar negeri(teori modernisasi
Harrod-Domar, Rostow), misalnya
melalui Bank Dunia, IMF, negara-negara G-7 dan lain-lain.hal tersebut
dipermudah dengan konstalasi pertarungan ideologi dan teori antara kapitaisme
yang dimotori oleh amerika dan sosialisme yang dimotori oleh Uni Sovyet/Rusia.
Pertarungan guna mendapatkan simpati dari negera-negara tersebut mengakibatkan
Bantuan asing dengan mudah mengalir.
Selajutnya pada masa orde baru di era kepemimpinan
Soeharto indonesia pernah memasuki yang pada saat itu dikatakan sebagai
prakondisi lepas landas bangsa indonesia, walapun diketahui bahwa pada saat itu
indonesia telah memiliki utang luar negeri yang sangat banyak. Hal ini kemudian
mencirikan pengaruh teori modernisasi yang
terjadi di Indonesia pada saat itu yang diungkapkan oleh rostow dalam lima
tahap pembangunannya.
Jika dikaitkan dengan fenomena kekinian seperti
gambaran mengenai kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki oleh bangsa kita hubungannya
dengan gambaran mengenai kekayaan alam yang melimpah di Indonesia dengan teori
modernisasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bangsa indonesia kemudian belum
bisa keluar dari faktor internal bangsa sebagaimana dijelaskan dalam pandangan
modernisasi bahwa indonesia masih mengalami kemiskinan dalam hal pendidikan,
modal dan tehnologi yang sangat diperlukan untuk mengelola potensi-potesi yang
ada.
- Perspektif keterbelakangan
Lahirnya
teori keterbelakangan oleh para ahli seperti Baran, Frank, Presbich dan dos
santos memberikan penjelasan bagaimana kemiskinan yang dialami oleh
bangsa-bangsa di Negara yang sedang berkembang merupakan akibat dari sitem
ekonomi dunia yang tidak seimbang, di mana kelompok negara kuat mengeksploitasi
negara-negara yang lebih lemah.
Lebih
lanjut sebagaimana yang diungkapkan oleh Baran dan Frank bahwa ketimpangan
ekonomi dunia merupakan hasil dominasi ekonomi oleh negara-negara kapitalis/industri.
Pembangunan dan keterbelakangan sangat memperlihatkan kekuatan negara-negara
pemilik modal dengan negara-negara dunia ketiga yang semakin menjauhkan
perbedaan antara negara penguasa dengan negara miskin.
Jika
dikontekskan untuk indonesia dapat terlihat bahwa era pasca kemerdekaan
perekonomian Indonesia sangat terpuruk sebelum memasuki era orde baru di mana
pemerintah Indonesia dapat dikatakan baru memulai membangun sistem ekonomi
dikarenakan peninggalan penjajah sangat merugikan kondisi bangsa ditambah lagi
utang-utang belanda yang kemudian harus dibayar oleh Indonesia. sehingga pada
saat itu dapat terlihat bahwa Indonesia
sangat miskin dalam sisi modal.Jika dikontekskan dengan fenomena tentang
kekayaan alam indonesia yang melimpah namun indonesia masih tetap miskin
penulis berkesimpulan bahwa tingkat persaingan ekonomi dengan negara lain
khususnya negara-negara dunia pertama sangat jauh hal ini dikarenakan bahwa
potensi yang ada tersebut kemudian tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, hal ini
dikarenakan sebagaimana faktor-faktor yang dijelaskan sebelumnya (Konsep
Persbich), bahwa bangsa kita hanya sebgai penghasil barang mentah yang kemudian
harus mengekspor dengan pendapatan yang kecil dibanding dengan barang hasil
industri yang kemudian diimpor kembali ke negara kita dengan biaya yang lebih
tinggi. Sehingga pada akhirnya
ketimpangan antar negara kaya dan miskin sesuai dengan teori keterbelakangan
masih selalu membayangi.
- Perspektif Ketergantungan
Mungkin
teori ketergantungan merupakan suatu teori yang sangat berhubungan dengan
Negara kita saat ini, seperti yang dijelaskan oleh Evans bahawa ada Bentuk ketergantungan yang ditandai oleh adanya aliansi antara kapitalis internasional, kapitalis
domestik, dan pemerintah. Evans menyebut aliansi ini sebagai “triple alliance.” Di dalam aliansi ini,
pemerintah memainkan peranan yang menentukan dalam mengatur aliansi antara kapitalis lokal dengan kapitalis
internasioanal (fungsi regulasi). Dalam hal ini, pemerintah menggunakan
kekuasaan ekonominya yang besar yang ditunjang oleh otoritas politik untuk
mengatur dan mengarahkan pembangunan nasional. Pemerintah hendaknya memiliki
kemampuan untuk mencegah terjadinya pengerukan keuntungan oleh perusahaan-perusahaan
transnasional (PTN) yang mengorbankan kapitalis lokal. Namun demikian, proses
interaksi di dalam aliansi tiga pihak ini selanjutnya menjadi kompleks, karena
masing-masing pihak memiliki kepentingan yang dapat mengarah ke situasi
konflik.
Teori ketergantungan yang seperti yang
diungkapkan oleh cardoso bahwa pembangunan di dunia ketiga bisa saja terjadi
tetapi sangat ditentukan oleh struktur dari negara pusat, dalam artian
ketergantungan indonesia akan terus terjadi di mana sistem pemberian modal
asing adalah suatu keharusan yang akan diberikan oleh negara-negara pusat
dengan asumsi untuk membantu Indonesia untuk maju padahal sebaliknya ini
merupakan jalan bagi negara-negara maju untuk masuk indonesia dalam rangka
proses imperialisme model baru.
Jika mencermati apa
yang telah dijelaskan oleh evans dikaitkan dengan fenomena Indonesia yang masih
miskin padahal memiliki kekayaan alam yang melimpah maka dapat diketahui bahwa
pemerintah kemudian memiliki kewenangan untuk mengatur secara baik katakanlah
potensi kekayaan alam yang melimpah namun yang terjadi kemudian bahwa aliansi
yang dimaksud evans kemudian tidak berjalan dikarenakan adanya
kepentingan-kepentingan yang berorientasi keuntungan pribadi antara tripple
alliance tersebut. Contoh kasus seperti tambang emas freeport yang selalu
mengalami konflik internal dikarenakan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi di
perusahaan emas terbesar itu, ketika pemerintah ingin memasuki area yang
berkaitan dengan kebijakan kebijakan strategis yang terjadi adalah perhitungan
keuntungan yang sebenarnya sangat merugikan Negara, dengan devisa yang
dihasilkan hanya 2% pertahunnya membuat suatu kerugian besar bagi bangsa kita.
- Perspektif World System Theory
Teori sistem dunia (TSD) oleh Emmanuel Wallerstain,mengajukan konsep international division of labor dimana
setiap negara memiliki fungsi masing-masing sesuai dengan posisi mereka di
dalam sistem ekonomi dunia. Menurut TSD struktur ekonomi dunia terdiri atas kelompok negara-negara
pusat (core), semi-pinggiran (semi periphery) dan pinggiran (periphery). Jika melihat dengan
fenomena yang terjadi di Indonesia bahwa TSD sedang berlangsung di Indonesia di
mana negara-negara pusat menguasai dominasi pasar bahan mentah pada skala
global katakanlah Cina, Amerika dan lain-lain yang kemudian memprosesnya
menjadi barang jadi dan mengekspor ke negara-negara lain termasuk indonesia
yang notabene sebagai pengekspor bahan-bahan mentah tadi. Tentunya hal ini
merugikan buat Indonesia yang menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang
terpinggirkan di mana Indonesia kemudian terkondisikan dengan menjadi eksportir
ke negara-negara industri yang tentunya lebih menguntungkan negara industri
tersebut. Sekali lagi ketidakmampuan bangsa kita untuk menghasilkan produksi
industri menjadi suatu ketidakmampuan bangsa kita untuk bangkit.
Kebijakan-kebijakan yang Perlu dilakukan
Beberapa hal yang kemudian perlu dilakukan oleh
bangsa kita untuk memanfaatkan potensi kekayaan alam yang melimpah dalam proses
pembangunan di Indonesia adalah :
- Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan cara peningkatan
pendidikan, keahlian dan keterampilan bagi para pegawai, karyawan, pekerja dan
mahasiswa/mashasiswi dalam bidang masing-masing, yang dipersiapkan untuk
pengelolaan bidang-bidang atau potensi-potensi kekayaan alam tertentu.
- Perlunya kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong sistem perekonomian
berbasis kemasyarakatan dengan memberikan partisipasi yang sebesar-besarnya
bagi masyarakat untuk ikut dalam proses pembangunan
- Reformasi dan revitalisasi BUMN untuk menuju konsep industrialisasi
produk, dalam artikel ivan lipio mengungkapkan bahwa Faktor-faktor yang menjadi
penghambat industri di Indonesia meliputi : Keterbatasan teknologi di mana dijelaskan bahwa Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang
teknologi menghambat efektifitas dan kemampuan produksi. Selanjutnya ialah Kualitas
sumber daya manusia. Terbatasnya tenaga Profesional di
Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat
dengan teknologi terbaru. Dan yang terakhir adalah Keterbatasan dana pemerintah
yang mana dijelaskan bahwa Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh
pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.
- Peningkatan sistem tekhnologi informasi dan sistem komputerisasi
- Peningkatan fasilitas tekhnologi penunjang sistem industrialisasi
- Kebijakan pembatasan ekspor bahan-bahan atau kekayaan alam yang dapat
diproduksi di Indonesia.
- Minimalisir produk impor yang dianggap kurang bermanfaat untuk
masyarakat Indonesia dan manfaatkan produk lokal yang ada.
- Perlunya kebijakan pemerintah untuk merevisi kontrak kerja dengan
perusahaan-perusahaan asing yang lebih menguntungkan pihak swasta.
- Perlunya keberanian khususnya para pemimpin Negara untuk berinisiatif
dan mengaktualisasi kebijakan nasionalisasi di sektor migas dan pertambangan.
- Pembinaan mental dan perubahan pola pikir pemerintah akan pentingnya
pembangunan berbasis kemajuan Negara.
Selanjutnya
seperti yang dijelaskan William Overvolt
memberikan sejumlah daftar tentang strategi umumnya yang dicapai negara
industri baru khususnya di Asia dan Pasifik, di mana ia mengungkapkan beberapa
faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi Asia.
1.
Merangsang
kebangsaan, jika diperlukan mempertentangkannya dengan kekuatan negara maju.
Nation building atau pembangunan bangsa merupakan salah satu tugas berat yang
dilaksanakan negara-negara baru di Asia. Mereka harus membangkitkan perasaan
kebangsaan untuk mendorong terjadinya persatuan. Dengan perasaan senasib
sepenanggungan, maka anggota masyarakat makin solid. Apabila pihak berkuasa
menciptakan “musuh” dari luar maka dengan mudah masyarakat akan bersatu demi
pembangunan ekonomi dalam melawan musuh itu.
2.
Menindas kelompok
penekan yang menyebabkan patronisme, korupsi dan inflasi.Berbagai kelompok
dalam masyarakat yang berperan sebagai kelompok penekan sering menimbulkan
masalah baru. Mereka kadang-kadang menumbuhkan pola patron klien yang kemudian
membuka peluang lahirnya praktek-praktek korupsi.
3.
Menyesuaikan diri
dengan standar yang ditetapkan negara-negara industri maju dalam rangka mencari
modal. pasar dan teknologi. Negara industri baru dalam memacu ekspor dan
memasuki pasar asing mereka meniru standar yang diberlakukan oleh negara maju.
Mereka pun mendesain industrinya yang sesuai dengan apa yang dicapai negara
maju.
4.
Menata agar anggaran
militer rendah sedangkan anggaran pembangunan tinggi.Pada masa pertumbuhan
ekonomi tinggi selama tiga dekade terakhir, banyak negara industri baru tidak
membesar-besarkan anggaran militer karena dianggap menyedot anggaran. Pada masa
pertumbuhan itu, militer berperan untuk menjaga tidak terjadi ancaman dari
luar.Namun demikian terlihat bahwa begitu pendapatan itu naik maka ada
keinginan dari militer untuk memperbarui persenjataannya.
5.
Mengalihkan diri pada
pertumbuhan yang disebabkan ekspor.Semua negara industri baru bisa tumbuh cepat
karena memacu ekspor. Jenis ekspor masih berupa barang setengah jadi atau
barang manufaktur yang masih sederhana sifatnya seperti sepatu atau televisi.
Indonesia dan Malaysia memacu ekspor hasil alam.
6.
Reformasi pemerataan
pendapatan:Jalan yang ditempuh antara lain dengan: – reformasi pembagian tanah
(land reform)- industri padat karya (buruh murah, tekstil, pertanian dan barang
elektronik)- investasi besar-besaran di bidang pendidikan.
7.
Menghadapi kelompok
kiri dengan reformasi merakyat. Langkah yang benar dalam pertumbuhan: berikan
massa rakyat keterlibatan dalam masyarakat. Sebagian dari negara-negara
industri baru menghadapi persoalan pemberontakan komunis yang diakibatkan oleh
pertarungan negara adidaya pada waktu Perang Dingin. Pemerintah negara-negara
di Asia menawarkan pembangunan ekonomi untuk memangkas dan memberantas
pertumbuhan ajaran komunis yang dimotori Cina dan sekutunya. Setelah Uni Soviet
bubar tahun 1991, maka ajaran komunis mulai melunak. Bahkan Cina telah
menyesaikan diri dengan ajaran kapitalisme yang selama ini ditentangnya.
Pembangunan ekonomi Cina mengandalkan bantuan Barat untuk teknologi dan
investasinya.
8.
Menciptakan
perusahaan yang besar dan modern untuk menjamin tercapainya target perdagangan.
Di beberapa negara seperti di Korea Selatan, perusahaan besar keluarga
diciptakan untuk memacu industrialisasi. Perusahaan konglomerat ini yang di
Korsel disebut Chaebol menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang dapat diandalkan.
mendapatkan teknologi, modal dan perdagangan dari perusahaan multinasional dan
bank internasional. Menggunakan teknokrat dan para pemimpin nasionalis untuk
memaksimalkan keuntungan bagi negara.
9.
Meniti tangga yang
dimulai dengan sektor padat karya seperti pertanian dan bahan mentah, industri
tekstil dan sepatu, industri ringan seperti pabrik televisi dan industri
teknologi tinggi.
10. Penggunaan
alat-alat autoritarian, jika diperlukan, untuk mencapai tujuan pembangunan
ekonomi. Kadang-kadang karena ingin memelihara stabilitas, pemerintah bersikap
kaku dan keras sehingga timbul kesan adanya autoritarian dalam pemerintah.
Sikap pemerintah yang autoritarian itu untuk tingkat tertentu berhasil
keberhasilan pembangunan ekonomi. Akan tetapi, dalam situasi dimana proses
demokratisasi makin luas, sikap otoriter pemerintah makin keinggalan.
Kesimpulan
- Kekayaan alam yang melimpah Indonesia seharusnya menjadi modal yang amat
berharga bagi bangsa ini untuk membangun bangsa dari ketertinggalan dengan
negara-negara lain yang sudah lebih dulu maju. beberapa faktor yang kemudian
membuat Indonesia masih “miskin” ialah ketersediaan sumber daya manusia yang
belum dapat mengolah potensi alam yang ada dikarenakan tingkat pendidikan,
keterampilan dan keahlian yang belum maksimal, selanjutnya ialah kebijakan
pemerintah yang belum mampu mendorong era industri dikarenakan terbatasnya
sumber dana dan teknologi yang memadai, masalah lain menyangkut situasi negara
yang kacau balau akan situasi politik, ekonomi dan hukum yang sangat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan pembangunan di indonesia.
- Ditinjau dari perspektif teori pembangunan ada beberapa teori yang
kemudian sejalan dengan perkembangan pembangunan di Indonesia, seperti teori
modernisasi yang dapat digambarkan bahwa bangsa indonesia kemudian belum bisa
keluar dari faktor internal bangsa sebagaimana dijelaskan dalam pandangan
modernisasi bahwa indonesia masih mengalami kemiskinan dalam hal pendidikan,
modal dan tehnologi yang sangat diperlukan untuk mengelola potensi-potesi yang
ada. Selanjutnya yang berkaitan dengan teori keterbelakangan bahwa hingga hari
ini Indonesia masih termasuk Negara yang belum mampu untuk memproduksi bahan
mentah menjadi barang jadi untuk menuju Negara Industri. Sedangkan teori
ketergantungan bagi bangsa Indonesia menjelaskan bagaimana adanya sistem yang
saling menguntungkan antara para klas termasuk pemerintah dengan negara-negara
maju yang menjadi suatu kewajiban, sehingga menjadi penghambat proses kemajuan
khususnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. dan selanjutnya bahwa World system
theory kemudian dijelaskan sebagai teori yang saat ini sedang berlangsung di
Indonesia di mana indonesia berada dalam negara pinggiran yang diharuskan untuk
selalu mensuplai/eksportir bahan mentah dan kemudian mengimpor barang produksi
dari Negara maju dengan biaya yang lebih mahal.
- Bahwa ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah
misalnya peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan memajukan pendidikan
melalui keterampilan, keahlian dalam rangka membangkitkan semangat industri,
kebijakan pemerintah untuk nasionalisasi diperlukan untuk mengembalikan
aset-aset nasional bangsa, dan ketersediaan lapangan kerja, dana, dan
tekhnologi yang harus diadakan oleh pemerintah. Selain itu reformasi terhadap
kebijakan ekspor akan produk-produk komoditi yang perlu ditingkatkan, dan impor
produk yang diangap menjadi masalah di negara kita saat ini ialah kebijakan
impor untuk produk-produk yang sebenarnya menjadi potensi dalam negara sendiri
yang kemudian dilakukan oleh bangsa ini yang menyebabkan kerugian tersendiri.
REFERENSI
Sumber Buku :
Budiman,
Arief. (1995). Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : PT. Gramedia Pustakan
Utama .
Soedjito
S. (1991). Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri; Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya
Tikson,
Deddy T. (2005). Keterbelakangan dan Ketergantungan, Teori Pembangunan Di Indonesia,
Malaysia dan Thailand. Makassar. Ininnawa
Tikson,
Deddy T. (2005). Modul Teori Pembangunan, Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
Sumber Internet :
Setiawan,
Asep.2006. Strategi Pembangunan Negara-Negara Baru Di Asia.Twenty ten
Blog,wordpress.com
Syarif
, Moeis. 2009. Pembangunan masyarakat indonesia menurut pendekatan teori modernisasi.
Bandung.www.google.com
Assalamualaikum mas. Bisa minta identitas buku karya portes ngga mas. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih banyak. Artikelnya sangat membantu.
BalasHapus